Surabaya –
Aksi nekat dilakukan peternak sekaligus pengepul susu sapi asal Kabupaten Pasuruan, Bayu Aji Handayanto. Ia dan para peternak lain, nekat membuang susu hasil panennya.
Alasannya pun bikin sedih. Sebab, perusahaan membatasi pasokan susu sapi dari peternak lokal. Mereka menduga, pembatasan ini karena adanya impor susu sapi yang marak dilakukan belakangan ini.
Dari data yang dihimpun, sebelum ada pembatasan, pengiriman susu per hari bisa mencapai 100-200 ton. Akan tetapi, saat ini hanya sekira 40 ton, sehingga kuota mengalami pembatasan hingga mencapai 50 persen lebih. Padahal, susu tersebut berasal peternak dan masyarakat kecil.
Berikut 7 Fakta Pilu di Balik Aksi Peternak Pasuruan Buang Susu Hasil Panen:
1. Aksi Buang Susu Dilakukan Sejak September
Sejak September 2024 akhir, peternak sapi yang mayoritas berasal dari desa menjual hasil panen susu ke koperasi atau pengepul susu. Selanjutnya, pengepul susu akan menjual ke pabrik.
Dalam hal ini, Bayu mengaku telah menjalin kontrak dengan salah satu pabrik susu di Jakarta selama 10 tahun ke depan.
“Jadi kontrak kami kebetulan sampai 10 tahun ke depan, sebelum bulan September kami kirim berapapun tidak menjadi sebuah masalah. Mereka terima terus dengan kesepakatan kualitas dan sebagainya. Tapi di bulan September-Oktober hingga hari ini, pabrik tersebut banyak mencari alasan,” kata Bayu kepada detikJatim, Rabu (6/11/2024).
2. Alasan Peternak Tak Bagikan Susu ke Warga
Akibatnya, pengepul harus membatasi jumlah susu yang masuk. Jika memang tidak laku, Bayu akan menolak pengiriman susu dari para peternak. Sehingga peternak pun akhirnya membuang susu tersebut, termasuk Bayu yang juga seorang peternak.
Bayu mengatakan terpaksa membuang susu karena daya tahan susu hanya 48 jam saja. Susu tersebut adalah susu segar untuk UHT dan pasteurisasi yang pengolahannya dilakukan oleh industri atau pabrik susu.
Bayu beralasan tidak memberikan susu itu ke warga atau masyarakat karena jumlahnya yang mencapai ratusan ton. Dan itu dibutuhkan usaha untuk menyalurkannya.
3. Dalih Pabrik Susu
Bayu mengatakan, pabrik susu akhirnya melakukan pembatasan kuota dengan alasan awal perbaikan mesin. Lalu di bulan November pasar sedang turun. Akan tetapi, fakta yang terjadi industri tersebut tetap memproduksi bahan baku menggunakan susu impor.
“Harusnya bisa dibuat pakai bahan baku susu dalam negeri, mereka buat pakai susu impor. Padahal secara harganya juga sama, harganya imbang antara impor dan beli ke kami,” terang Bayu.
“Kita tahu kalau mereka impor susu untuk dijadikan produk. Kami tau dan memantau kalau perdagangan susu, harga susu dunia lagi anjlok, lagi mahal atau gimana kita tahu semuanya. Ketika produk jadi, dan susu kita tidak diterima, sudah pasti itu impor. Tidak mungkin kalau tidak impor,” sambungnya.
4. Terjadi di Sejumlah Wilayah
Penolakan dari industri pabrik menjadi alasan peternak sekaligus pengepul susu membuang susu hasil panennya. Aksi ini terjadi di sejumlah lokasi.
“Kejadian buang-buang susu terjadi di seluruh Jawa. Saya ada videonya lengkap semua, sampai sekarang teman-teman saling berkoordinasi, namun sampai hari ini tidak ada yang berani speak up. Karena hubungannya dengan program susu gratis digembor-gemborkan terus,” ujar Bayu.
“Sampai hari ini, tidak hanya terjadi di satu pabrik, sampai hari ini pun banyak pabrik susu yang melakukan pembatasan. Hal serupa terjadi di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Barat. Kejadian buang susu ini terjadi di seluruh Jawa,” beber Bayu.
5. Peternak Miris
Bayu mengaku miris. Ia menyebut, negara saat ini seolah-olah sedang mengalami kekurangan susu. Namun faktanya, jika memang kekurangan seharusnya masyarakat kecil sebagai peternak tidak sampai membuang-buang susu.
“Ini menjadi isu hangat, ketika pemerintah gencar-gencarnya menggalakkan sektor pangan daging, susu dan padi. Justru ini berbanding terbalik dengan realitanya yang malah membuang-buang susu,” terang Bayu.
“Pengepul susu ada koordinasi melalui WA. Katakanlah saya menjual di pabrik A, dan teman saya menjual di pabrik B. Nah kita ini mengalami kendala yang sama, sudah dua bulan ini dan rata-rata sudah buang susu. Mereka (peternak) bersedia mengirimkan video-videonya dan sudah saya terima,” tambahnya.
6. Peternak Sebut Susu Lokal Dinomorduakan
Industri pabrik yang telah menjalin kontrak dengan Bayu, bersikukuh mengatakan ada pembatasan kuota. Sebab, industri itu menyebut pasokan dalam negeri terlalu banyak. Padahal, Bayu mengatakan produksi di Indonesia hanya 20% dan kuota impor bisa mencapai 80%.
“Pada intinya, susu dari masyarakat itu dinomorduakan, produk dalam negeri dinomorduakan, yang diutamakan dari impor,” sebutnya.
Bayu juga menguraikan alasan industri tersebut menolak pengiriman susu darinya. Pertama, kuota jumlah susu yang masuk dibatasi hingga ada perbaikan mesin. Ia lantas menyebut, jika industri itu suatu hari membutuhkan, industri akan membeli (susu) lagi ke Bayu.
“Industri begitu, tidak pernah berbicara kalau memakai susu impor. Karena mereka suatu saat akan butuh dan membeli lagi ke kita, kayak komitmennya tidak jalan, beli kalau pas lagi butuh aja,” imbuhnya.
7. Harapan Peternak Sapi
Bayu berharap, pihak pemerintah bisa memberikan kontrol terhadap nasib peternak dan pengepul susu sapi. Bayu juga berharap panen susu dari masyarakat bisa menjadi pertimbangan utama.
“Selama ini, memang kontrol dari pemerintah kurang. Kran impor pun dibuka dan tidak ada pajak untuk susu itu, jadi mereka bisa bebas melakukan impor,” ujar Bayu.
Bayu berharap produk susu dalam negeri yang berasal dari peternak bisa lebih diutamakan. Sebab, ini menyangkut harkat hidup kebutuhan banyak orang.
“Kalau mau komitmen, tolong komitmen dalam negeri dijalankan. Jangan produk impor dijalankan tetapi hasilnya dijual di Indonesia. Masyarakat kita dapat apa, kan gitu. Intinya, hasil panen susu dari masyarakat diutamakan dulu aja,” jelas Bayu
“Kalau masalah harga dan lain sebagainya dengan industri bisa dinegosiasi. Kalau industri merasa harga masyarakat kalah dengan impor kan bisa didiskusikan. Apalagi, masyarakat peternak sapi perah sampai sekarang juga masih jalan,” tandas Bayu.
(irb/hil)