Jakarta –
Manajemen PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex dinilai lalai memitigasi risiko utang hingga berujung pailit. Sritex diputus pailit oleh Pengadilan Negeri Niaga Semarang atas gugatan yang diajukan PT Indo Bharat Rayon (IBR).
Sritex tercatat memiliki utang sebesar Rp 101,30 miliar kepada IBR, atau setara 0,38% dari total liabilitas (kewajiban utang) Perseroan. Sementara liabilitas Sritex secara keseluruhan tercatat sebesar US$ 1,6 miliar atau sekitar Rp 25,01 triliun.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menduga Sritex awalnya lalai terhadap utang kepada IBR. Namun, persoalan berujung panjang hingga berdampak fatal bagi perusahaan.
“Tentang Sritex, kalau saya membacanya adalah ini adalah kelalaian pihak manajemen dalam memitigasi risiko. Jadi lengah seolah-olah ini masalah kecil tapi ternyata kemudian bisa berdampak fatal. Ada kreditur yang cuma Rp 100 miliar, mengalahkan total kreditur yang sekian triliun,” kata Menaker dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (30/10/2024).
Oleh karena itu Menaker mengingatkan setiap perusahaan untuk memiliki sistem manajemen risiko yang kuat. Sementara dari sisi pemerintah punya mekanisme untuk monitoring.
“Walaupun tentu kita juga harus tetap hati-hati. Hanya kami berharap setiap perusahaan itu memiliki sistem manajemen risiko, enterprise, risk manajemennya itu yang kuat. Dan kami kementerian dibantu dengan Dinas Tenaga Kerja, itu juga kita punya mekanisme untuk melakukan monitoring,” bebernya.
Yassierli juga sudah bertemu Presiden Prabowo Subianto, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang membahas Sritex. Pertemuan itu membahas upaya penyelesaian kasus ini.
“Jadi apa yang sekarang sedang dilakukan? Jadi kemarin kami dipanggil oleh Pak Presiden, ada Pak Menko Perekonomian, ada Bu Menteri Keuangan, ada Bea Cukai, jadi pemerintah akan membantu dalam penyelesaian masalah ini,” tuturnya.
Menurut Yassierli, langkah penyelamatan bisa dilakukan lewat berbagai cara. Misalnya mempercepat mediasi antara kurator dengan manajemen Sritex. Sritex kini berada di tangan kurator usai dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Niaga Semarang.
“Tapi membantu itu kan horizonnya macam-macam. Bukan berarti kemudian pemerintah membantu swasta secara langsung, belum tentu juga. Jadi bisa aja pemerintah membantu mempercepat kerjanya mediasi misalnya, kurator dengan manajemen,” imbuh Yassierli.
Bantuan juga diberikan terkait proses ekspor-impor yang dilakukan Sritex. Pemerintah sebelumnya memastikan bahwa Sritex tetap bisa melakukan ekspor-impor meski berstatus pailit.
“Pemerintah bisa membantu terkait tentang regulasi apa yang bisa relaksasi terkait tentang ekspor, impor gitu ya,” tutup Menaker.
(ily/hns)