Sukoharjo –
Direktur Utama PT Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto, akhirnya buka suara usai PT Sritex dan tiga anak perusahaannya (SRIL) dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang. Iwan Kurniawan pun membeberkan kondisi perusahaannya saat ini.
Pria yang akrab disapa Wawan itu menjelaskan, awal mulai perusahaannya hingga dipailitkan. Kondisi ini bermula awal 2022 lalu, saat PT Sritex dinyatakan melakukan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU).
“Jadi memang di tahun 2022 kami memasuki fase PKPU atau bisa disebut penundaan pembayaran utang. Dan melalui proses yang cukup panjang, utang-utang yang perusahaan kami mempunyai satu kesepakatan yaitu perjanjian homologasi atau perjanjian pembayaran utang. Istilahnya utang misalnya 5 tahun diperpanjang menjadi 7 tahun, jadi diberikan kesempatan waktu. Semua perjanjian perdamaian ini disahkan oleh Pengadilan Negeri Semarang, dan semua sudah sesuai dengan aturan dan kewajiban untuk membayar sesuai perjanjian ini,” ungkap Wawan saat memberi sambutan di PT Sritex Sukoharjo, Senin (28/10/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, Wawan melanjutkan, ada satu perusahaan PT Indo Bharat Rayon yang melayangkan gugatan ke PN Semarang. Dengan dilayangkannya gugatan tersebut, maka perjanjian homologasi menjadi batal.
“Namun salah satu dari pihak yang kurang bertanggung jawab, mereka melayangkan tuntutan untuk membatalkan perjanjian homologasi ini. Dan pada saat itu kita tidak tahu kenapa dari Pengadilan Negeri (Niaga) Semarang mengabulkan permintaan mereka, sehingga surat homologasi yang di ditandatangani tahun 2022 lalu itu batal sehingga perusahaan kita dibilang perusahaan pailit,” jelasnya.
Menanggapi putusan Pengadilan Niaga Semarang itu, PT Sritex kini tengah melakukan upaya Kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Dia berharap, putusan MA bisa membatalkan putusan Pengadilan Niaga.
“Kami menangani masalah ini dengan serius, kita upayakan sekuat tenaga untuk naik banding ke MA, supaya MA memberi keputusan untuk mencabut atau membatalkan keputusan Pengadilan Niaga Semarang tanggal 21 Oktober lalu, ini langkah hukum yang kita lalui saat ini,” kata dia.
“Kami terus menjalankan konsolidasi secara eksternal maupun internal dalam menanti keputusan MA. Tentu kami akan dihadapkan kendala teknis, ini yang terus kita antisipasi untuk menormalisasi usaha Sritex ini,” imbuhnya.
Putra kedua pendiri PT Sritex itu menegaskan, perusahaannya belum bangkrut. Karena pihaknya masih bisa melaksanakan tanggung jawab, seperti pembayaran upah karyawan. Namun efisiensi telah dilakukan PT Sritex.
“Bangkrut itu kalau kita tidak bisa membayar kewajiban kita. Syukur Alhamdulillah kita laporkan seluruh karyawan kami tidak ada yang mengalami keterlambatan pembayaran upah,” ujarnya.
“Efisiensi memang dilaksanakan, namun keputusan efisiensi karena keputusan bisnis. Di mana semua itu diputuskan karena market belum ada pembelinya sehingga dilakukan efisiensi, bukan karena kebangkrutan kita,” sambungnya.
Terkait kabar PHK massal, Wawan menegaskan jika itu merupakan kata yang tabu. Manajemen terus berusaha menormalisasi perusahaan.
“PHK itu adalah kata-kata yang sangat tabu, haram di dalam pelaksanaan usaha kita. Kami ingin yakinkan kepada seluruh karyawan bahwa usaha Sritex saat ini tetap normal,” pungkasnya.
(apl/ahr)