Menteri Pendidikan Baru, Ini Pesan dan Harapan dari Para Guru

Menteri Pendidikan Baru, Ini Pesan dan Harapan dari Para Guru



Jakarta

Kini Menteri Pendidikan bukan lagi Nadiem Makarim. Per Senin 21 Oktober 2024, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah berganti dan dipecah menjadi tiga kementerian baru.

Kementerian baru tersebut adalah Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemendiktisaintek), dan Kementerian Kebudayaan (Kemenbud).

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) dipimpin oleh Abdul Mu’ti, Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Mendiktisaintek) dipimpin Prof Satryo Soemantri Brodjonegoro, dan Menteri Kebudayaan (Menbud) dipimpin Fadli Zon.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, setiap pergantian menteri yang menangani pendidikan di Indonesia, selalu ada momok yang muncul seperti “Menteri Baru, Kurikulum Baru” dan muncul pertanyaan “Apakah akan berganti kurikulum lagi?” atau “Bagaimana dengan sistem yang sekarang?” dan seterusnya.

Pertanyaan itu turut dibarengi dengan sederet nasib yang masih dihadapi para guru, mulai dari beban administrasi, Kurikulum Merdeka yang dinilai belum efektif, dan tenaga honorer.

Lantas apa saja harapan para guru untuk Menteri Pendidikan baru? detikEdu berhasil merangkum harapan dari beberapa guru, seperti yang ada di bawah ini.

Pesan dari Para Guru untuk Menteri Baru

Aivi, Guru Kelas di SD Muhammadiyah Kebumen, Jawa Tengah

Apa harapan untuk kementerian pendidikan baru?

“Harapan untuk kementerian pendidikan memperbaiki sistem, khususnya di pendidikan dasar, menata sistem yang membuat guru dan siswa bahagia,” ucapnya kepada detikEdu, Selasa (24/10/2024).

Sebagai guru, Aivi juga berharap Menteri Pendidikan nantinya bisa lebih memperhatikan kesejahteraan guru swasta, terutama untuk bisa mengikuti CPNS/PPPK.

“Jangan bebankan guru dengan banyak aplikasi administrasi sehingga kurang fokus dalam mengajar dan siswa,” imbuhnya.

Selain itu, dia juga menyoroti tentang sistem asesmen Ujian Nasional (UN). Menurutnya, UN perlu dikembalikan. “Kembalikan UN agar anak tertantang untuk rajin belajar dan berkompetisi,” pungkasnya.

Andrian Eka Saputra, Guru di MTs Negeri 9 Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta

Apa harapan untuk menteri pendidikan baru?

“Harapanku sederhana sih, Pak Abdul Mu’ti nelaah lagi penerapan Kurikulum Merdeka di Dikdasmen. Aku ngajar anak SMP kayak SD,” katanya.

Menurutnya, sistem yang ada saat ini, tentu ada baiknya. Namun, tidak bisa dipungkiri, anak-anak banyak yang kurang termotivasi belajar terutama karena tidak adanya sistem tinggal kelas.

Jane apik sih, anak-anak gak cuma ngejar angka, tapi nyatane mereka gak ngejar apa-apa, los dol soale ngerti tetap bakal munggah kelas (Sebenarnya bagus si, anak-anak gak hanya mengejar angka, tapi kenyataannya mereka justru gak mengejar apa-apa, lanjut begitu terus tanpa banyak berpikir karena mereka tahu akan tetap naik kelas),” tutupnya.

Praptidatama Nuradilla, Guru Kelas XI SMALB di SLB Aisyiyah Singaparna, Tasikmalaya, Jawa Barat

Apa harapan untuk kementerian pendidikan baru?

“Harapan untuk Kementerian Pendidikan yang baru, semoga selalu dapat merumuskan dan menetapkan kebijakan-kebijakan yang berpusat pada murid, khususnya pada bidang Diksus, di bawah Mendikdasmen, karena anak-anak berkebutuhan khusus perlu perhatian lebih, dalam hal pembelajaran yang jauh berbeda dengan anak-anak di sekolah umum, lebih khususnya pada media yang berdasar pada teknologi modern,” ucapnya.

Terkait kurikulum yang akan disusun ke depan, ia mengatakan bahwa yang terpenting pembelajarannya berpusat pada siswa dan tidak membuat sistem yang rumit untuk para guru.

“Melanjutkan Kurikulum Merdeka ataupun tidak, semoga ya apa pun itu namanya, dapat membantu guru dalam meningkatkan kualitas pembelajaran tanpa sistem yang “ribet”, terlebih untuk guru-guru yang telah berusia lanjut,” paparnya.

Sebagai guru SLB honorer di sekolah swasta, ia juga berharap nasib guru honorer di sekolah swasta lebih diperhatikan. Terutama kaitannya dengan pengangkatan entah menjadi ASN di sekolah negeri atau diperbantukan ke sekolah swasta dengan menjadi ASN.

“Semoga ke depannya para menteri yang terhormat lebih memperhatikan guru honorer terlebih guru yang mengabdi di sekolah swasta, guna pemerataan guru. Jangan sampai seperti keadaan sekarang, guru ASN di sekolah negeri menumpuk sedangkan sekolah swasta kekurangan guru,” harapnya.

Wahyu Okta, Guru di SMP 28 Purworejo, Jawa Tengah

Apa harapan untuk menteri pendidikan baru?

“Tidak perlu mengganti kurikulum atau sejenisnya jika itu hanya mengubah nama tapi esensi tetap tidak jelas. Cukup fokus menyelesaikan akar-akar masalah yang ada dari dulu, seperti nasib guru honorer, pemerataan sarana prasarana, pemerataan kompetensi guru, dan buku bacaan yang penyusunannya sangat amburadul,” harapnya.

Sebagai guru muda, dia juga menilai bahwa sistem asesmen untuk siswa perlu diadakan agar bisa memotivasi siswa untuk belajar. Di sisi lain, sistem yang mengharuskan siswa harus selalu naik kelas juga harus dikaji serius, sebab ada siswa akhirnya yang sampai tingkat SMP belum bisa baca tulis dengan seharusnya.

“Jangan buat aturan untuk guru selalu meluluskan atau menaikkan peserta didik ketika kemampuan mereka belum mencapai kriteria minimal. Contoh (ada siswa) belum bisa baca tulis sama sekali tapi sudah bisa sampai SMP,” ungkapnya.

Dia juga menyoroti posisi guru di sekolah, seperti:

– Perlunya aturan untuk melindungi guru karena semakin ke sini profesi guru semakin dipermainkan oleh wali murid atau kalangan tertentu.

– Tidak perlu membebani guru dengan segudang administrasi yang sebenarnya hanya sebuah formalitas.

– Jangan terlalu membedakan sekolah negeri dan sekolah swasta, dari segi mana pun. Fasilitas sekolah juga tidak dibeda-bedakan antara kota, desa, dan pedalaman.

– Semua guru diberi kesempatan untuk mengikuti pelatihan peningkatan kompetensi, tanpa harus menunggu batas minimal usia mengabdi.

“Terjunlah dulu ke lapangan sampai pelosok, sebelum membuat program agar tepat sasaran,” pesannya untuk Menteri Pendidikan baru.

Maharani, Guru di SMA Taruna Muhammadiyah Gunungpring, Magelang, Jawa Tengah

Apa harapan untuk menteri pendidikan baru?

“Seperti kita ketahui bahwa saat ini kementerian dibagi menjadi 3, yang terbagi atas kementerian tinggi, dasar menengah, dan kebudayaan. Harapan saya dari kacamata seorang guru adalah semoga dengan terbagi lebih spesifik seperti ini, pemerintah lebih fokus, lebih baik, lebih bijak dalam mengambil kebijakan terhadap masa depan pendidikan di Indonesia kita,” ucapnya.

Senada dengan guru-guru lain, dia turut memberi pesan bahwa Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah perlu membenahi sistem pendidikan dan kurikulum saat ini.

“Jujur saja, menggunakan KUMER (Kurikulum Merdeka) yang diadopsi dari kurikulum Finlandia, kurang tepat dan kurang sesuai dengan daya juang karakteristik anak-anak Indonesia. Dihapuskannya UN justru menjadi momok bagi guru karena daya juang dan semangat anak-anak itu sangat menurun, karena tidak adanya suatu momok yang digunakan siswa sebagai target apa yang akan ia capai,” paparnya.

Kondisi ini, menurutnya, diperparah dengan sistem “tidak diperbolehkan tidak naik kelas”. Sebab, sistem tersebut membuat anak-anak berleha-leha dan semakin malas belajar karena tahu, bahwa mereka pasti akan tetap dinaikkan kelas oleh gurunya walaupun nilainya kurang memenuhi standar.

“Hasilnya sudah terlihat, banyak anak SMP tidak paham konsep dasar hitung, tidak memahami adanya suatu instruksi, bahkan banyak yg belum lancar membaca,” tegasnya.

Di sisi lain, ia juga berharap menteri pendidikan baru dapat membenahi sistem yang terlalu membebankan administrasi formalitas ke guru. Sebab, beban administrasi yang banyak sangat menyita waktu guru.

“Kami sebagai guru terlalu banyak dibebani administrasi Pak, mengerjakan PMM, laporan e kinerja dll, yang jujur sangat menyita waktu. Dengan keterbatasan waktu luang dan kepadatan jam mengajar membuat kami sulit untuk “belajar” atas kodrat kami sebagai guru yang seharusnya menjadi tugas utama,” ungkapnya.

“Harapan kedua, guru itu sebuah pekerjaan profesional, seharusnya juga mendapat “upah” yang profesional juga, tidak mentang-mentang tanpa tanda jasa jadi dianggap “beramal jariah”,” harapnya.

Demikian beberapa pesan dan harapan dari para guru di berbagai wilayah. Tentunya, masih sangat banyak harapan-harapan lain dari guru di berbagai daerah yang ingin Menteri Pendidikan bekerja semaksimal mungkin. Semoga Pak Menteri mendengar harapan para guru ini.

(faz/nwk)



Source link

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *