Menimbang Potensi ‘Medical Tourism’ di Indonesia

Menimbang Potensi ‘Medical Tourism’ di Indonesia



Jakarta

Perkara kualitas pengobatan di Indonesia kembali mencuat setelah munculnya poster ajakan untuk berobat ke Negeri Jiran. Poster yang terpampang di area Kedubes Malaysia itu seolah menjadi alarm pengingat jika sebagian masyarakat masih memilih negara tetangga untuk menyelesaikan masalah kesehatan mereka.

Indonesia kehilangan setidaknya 170 triliun rupiah setiap tahun karena masalah ini. Mengutip detikHealth, rata-rata satu juta orang bertandang ke luar negeri untuk berobat. Kebanyakan, mereka mengidap masalah kardiovaskular serta kanker. Salah satu faktor pendorong banyaknya masyarakat yang menjatuhkan pilihan untuk berobat ke luar negeri adalah masa layanan. Untuk keluhan yang sama, Malaysia hanya membutuhkan seperempat waktu dibandingkan dengan masa pengobatan di dalam negeri yang bisa mencapai 4 minggu.

Sementara itu, faktor lain yang tidak kalah penting adalah ketersediaan obat beserta mekanisme subsidinya. Khusus pasien kanker, obat-obatan yang digunakan untuk kemoterapi belum ditanggung BPJS Kesehatan. Hal ini disebabkan oleh harganya yang dianggap terlalu mahal, sementara penggunaannya pun disebut tidak terkontrol.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mengulas kembali tentang mimpi Indonesia untuk menjadi tujuan pengobatan, negara ini telah melakukan banyak hal. Sejumlah daerah berlomba-lomba untuk meningkatkan kualitas demi bisa memenuhi standar tersebut. Dimulai dari Surabaya, peluncuran ‘wisata medis’ ini merembet hingga Jakarta dan disusul Medan.

Sementara itu, pemerintah pusat sendiri juga telah melakukan gebrakan dengan membangun klinik kecantikan di Bali. Bertempat di RSUP Sanglah, Denpasar Bali, kala itu Wamenkes Dante Saksmono Harbuwono menyebut jika hal ini menjadi salah satu jalan untuk membuat ‘wisata medis’ di Indonesia. ia menyebut jika wacana medical tourism ini dimaksudkan agar orang Indonesia tak lagi berobat ke luar negeri.

“Jadi kita siapkan medical tourism adalah bagaimana yang Rp 100 triliun devisa ke luar negeri itu bisa tetap ada di Indonesia,” kata Dante

“Sehingga kita tidak banyak kehilangan devisa lagi (karena) banyak orang pergi ke Singapura, Malaysia, (dan) Amerika. Nanti dengan medical tourism ini dia akan bisa ada di Bali mungkin bisa menyelamatkan devisa negara Rp 100 triliun setahun,” sambung Dante.

Lalu sudah sampai mana mimpi ini berjalan? Benarkah Indonesia mampu menyaingi negara-negara tetangga sebagai negeri tujuan para pesakit mencari kesembuhan? Apa saja ganjalan rencana ini? ikuti diskusinya bersama Redaktur Pelaksana detikHealth.

Beralih ke Pulau Dewata, detikSore akan bergabung dengan detikBali untuk membahas topik transportasi yang tengah berkembang di sana. Sejumlah pihak tengah berlomba-lomba untuk mengisi kekosongan suplai jasa angkutan manusia di Bali maupun antar pulau. Lalu bagaimana tindakan pemerintah untuk menekan potensi monopoli di bidang usaha ini? ikuti laporan langsung Kepala Biro detikBali dalam Indonesia Detik Ini.

Ramai-ramai bahasan Twin City sebagai jalan tengah atas nasib IKN baru-baru ini juga akan diulas dalam detikSore. Dari mana isu ini muncul? Apa saja pro-kontranya? Sunsetalk akan membahasnya bersama Wakil Redaktur detikProperti Dana Aditiasari pada hari-hari terakhirnya bertugas di detikcom.

Ikuti terus ulasan mendalam berita-berita hangat detikcom dalam sehari yang disiarkan secara langsung langsung (live streaming) pada Senin-Jumat, pukul 15.30-18.00 WIB, di 20.detik.com dan TikTok detikcom. Jangan ketinggalan untuk mengikuti analisis pergerakan pasar saham jelang penutupan IHSG di awal acara. Sampaikan komentar Anda melalui kolom live chat yang tersedia.

detikSore, nggak Cuma hore-hore!

(far/far)



Source link

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *