Jakarta – Kamu bisa benci atau kurang begitu paham kenapa Joker yang dirilis lima tahun lalu mendapatkan respons yang begitu meriah.
Tapi setidaknya apa yang ditampilkan Todd Phillips di film tersebut sangat menarik. Menyaksikan Arthur Fleck (Joaquin Phoenix) pelan-pelan mulai menggila (karena banyak hal, tapi mungkin terutama karena keluarganya yang berantakan) ternyata cukup menghibur.
Rasanya agak berbeda dengan Joker yang selama ini kita saksikan. Joker yang satu ini lebih realistis dengan dunia yang begitu kelam. Satu milyar dollar berikutnya, Warner Bros. membiarkan Phillips melakukan apapun yang ia mau. Termasuk membuat sekuel dengan pendekatan film musikal.
Dalam Joker: Folie à Deux, Arthur Fleck sekarang mendekam di Arkham Asylum. Ia menanti tanggal dimana ia akan dihakimi setelah membunuh beberapa orang. Banyak orang membencinya, salah satunya adalah prosekutor Harvey Dent (Harry Lawtey).
Tapi tidak sedikit orang yang mencintainya. Bagi banyak orang, Arthur Fleck/Joker adalah ikon. Ia adalah figur pemberontakan. Semua orang harusnya seperti Joker yang melakukan apa yang harus dia lakukan: melawan otoriter.
Salah satu orang yang begitu mencintai Arthur Fleck adalah Lee (Lady Gaga). Pertemuan pertama mereka begitu memikat. Lee mengaku bahwa ia menonton film tentang Joker puluhan kali.
“Bagaimana hasilnya?” tanya Fleck sambil tersenyum kecil. Lee menghembuskan asap rokoknya ke udara sambil mengatakan bahwa film tentang laki-laki di hadapannya sungguh luar biasa. Tidak dibutuhkan waktu bagi Arthur Fleck untuk merasakan cinta.
Siapa pun yang mengharapkan Joker: Folie à Deux sebagai sebuah film yang menggetarkan akan kecewa. Dengan hadirnya salah satu partner terkenal dalam dunia Joker, Harley Quinn, film ini mempunyai potensi raksasa untuk menjadi salah satu blockbuster paling menghibur tahun ini.
Tapi sayangnya yang terjadi adalah sebaliknya. Joker: Folie à Deux tidak hanya menjadi eksperimen yang salah nada tapi juga salah satu film anti-hero yang membosankan.
Scott Silver dan Todd Phillips kembali duduk berdua mengerjakan skripnya. Dibuka dengan animasi yang akan mengingatkan kita semua dengan kartun jaman dulu, Joker: Folie à Deux pelan-pelan mulai menunjukkan bahwa hampir tidak ada yang terjadi selama 138 menit.
Film ini pada dasarnya adalah sebuah courthouse drama. Sebenarnya resep ini bisa menarik kalau saja Silver dan Phillips memberikan sesuatu yang menarik di dalamnya. Sayangnya Joker: Folie à Deux tidak memberikan apa-apa yang baru. Begitu ada ledakan yang terjadi, rasanya sudah telat.
Phillips seperti sengaja melawan semua apa yang diharapkan penonton dengan membuat keputusan-keputusan yang berlawanan arah. Harley Quinn dalam film ini bukanlah partner in crime seperti yang kita kenal.
Harley Quinn dalam Joker: Folie à Deux adalah sebuah fantasi. Ia hanya sebuah bayangan tanpa kepribadian untuk membuat karakter utamanya seperti punya tujuan.
Hal ini membuat kehadiran Lady Gaga terasa sekali kurang diolah. Siapa pun yang pernah menyaksikan Lady Gaga akting pasti tahu bahwa ia bukan hanya sekedar bintang pop terkenal.
Gaga mempunyai kemampuan akting yang mumpuni, bahkan berhadapan dengan Joaquin Phoenix sekali pun. Tapi sayangnya materi yang ia dapat tidak cukup maksimal untuk membuat Lee berdiri sendiri.
Pemilihan musikal sebagai alat bercerita sebenarnya adalah pilihan yang sangat menarik. Superhero terakhir yang berani bermain-main dengan format dan hasilnya memuaskan mungkin adalah WandaVision.
Sayangnya apa yang dilakukan Phillips dalam film ini tidak sama hasilnya dengan serial Marvel tersebut. Adegan-adegan musikal dalam film ini hanya berguna untuk memperjelas ilusi dan realita yang ada dalam kepala Fleck.
Penonton tidak butuh penjelasan ini, meskipun kita tahu Joker sedang jatuh cinta. Dilihat dari genre musikal pun, tidak ada adegan musikal yang benar-benar mencuri perhatian. Hampir semua adegan musikalnya membuat saya ingin Todd Phillips segera membangunkan Arthur Fleck ke dunia nyata.
Kalau ada yang bisa dirayakan dari Joker: Folie à Deux adalah presentasi audio visualnya yang tetap juara. Desain produksinya sekali lagi menghantui. Gambar dari Lawrence Sher cukup memanjakan mata sementara iringan musik dari Hildur Guðnadóttir masih sangat solid.
Dengan konklusi yang mengagetkan, Joker: Folie à Deux ternyata berakhir menjadi salah satu sekuel paling mengecewakan tahun ini. Siapa sangka menyaksikan Joker menyanyi ternyata tidak semenarik itu dibandingkan melihat Joker membunuhi orang-orang.
(ass/ass)