Jakarta –
Pada malam hari, manusia perlu lampu untuk menerangi lingkungan sekitar yang mulai gelap. Namun, cahaya lampu tersebut tidak hanya dinikmati manusia, tetapi juga serangga.
Seringkali, cahaya yang dihasilkan lampu menarik serangga. Hewan ini jadi berputar-putar mengelilingi bola lampu, lentera, dan sumber cahaya sejenis.
Sayangnya, selama berabad-abad fenomena itu terjadi, penyebab pastinya belum juga ditemukan. Untuk itu, peneliti biologi asal Imperial College London Samuel T Fabian dan rekan-rekan coba memecahkan pertanyaan “Kenapa serangga suka cahaya lampu?”
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bukan Suka, Tapi Terjebak
Tim peneliti menemukan, serangga tidak suka mengitari cahaya lampu, tapi terjebak karena salah tangkap sinyal cahaya. Salah tangkap tersebut membuat serangga hilang orientasi dalam mengatur arah terbang sehingga berputar-putar mengitari lampu yang menyala.
Dalam jurnal Nature Communications, Fabian dan rekan-rekan menjelaskan, serangga memang biasanya mengarahkan punggung mereka ker arah cahaya. Perilaku yang disebut respons cahaya dorsal ini membantu serangga dalam menetapkan orientasi yang tepat untuk terbang.
Namun karena punggung mereka menghadap ke lampu, serangga jadi mengitari bohlam yang bundar terus-menerus. Sedangkan saat terbang tepat di atas cahaya bohlam, punggungnya berada di bawah dan perutnya di atas, sehingga bisa tiba-tiba jatuh dari udara.
Hasil studi ini diperoleh Fabian dan rekan-rekan melalui analisis pada rekaman video serangga berkecepatan tinggi. Dari video tersebut, mereka mencari tahu bagaimana cahaya buatan di malam hari mempengaruhi perilaku terbang serangga.
Berdasarkan hasil studi di laboratorium kampus serta Council on International Educational Exchange (CIEE) dan Estacion Biologica Monteverde, Costa Rica, pola terbang serangga yang terjebak mengitari cahaya lampu tidak cocok dengan pola lazimnya.
Kenapa Serangga Rentan Terjebak pada Cahaya Lampu?
Peneliti mengatakan, serangga bisa jadi lebih rentan pada cahaya lampu karena ukurannya yang kecil. Sedangkan hewan-hewan penerbang yang lebih besar tidak serentan itu hingga kehilangan orientasi vertikal saat terbang.
Mereka menjelaskan, hewan yang lebih besar dapat merasakan gravitasi secara langsung dengan organ sensorik yang ditarik oleh percepatan. Contohnya, manusia punya sistem vestibular pada telinga bagian dalam yang bisa mengatur rasa keseimbangan dan arah.
“Namun, serangga hanya punya struktur sensorik yang kecil. terutama saat mereka bermanuver terbang cebat, akselerasi memberi petunjuk yang keliru soal arah terbangnya,” tulis peneliti.
Kurangi Polusi Cahaya
Ternyata, serangga bukan satu-satunya makhluk yang bermasalah dengan cahaya lampu. Polusi cahaya dapat mengganggu ritme sirkadian dan proses fisiologis pada hewan, tumbuhan, dan bahkan manusia. Gangguan ini dapat menimbulkan masalah kesehatan yang serius.
Polusi cahaya menurut peneliti membuat serangga kesulitan mendapatkan makanan, rentan terlihat oleh predator, dan menjadi mudah kelelahan. Akibatnya, banyak serangga mati sebelum sebelum pagi tiba.
Sebenarnya, polusi cahaya adalah masalah yang relatif mudah diperbaiki, seperti mematikan lampu ketika tidak dibutuhkan. Batasi pencahayaan luar ruangan dengan cahaya hangat yang terang, lalu hidupkan lampu seperlunya pada waktu-waktu tertentu.
“Meskipun serangga yang berputar-putar di sekitar cahaya terlihat menarik, akan lebih baik bagi mereka jika kita membiarkan malam tanpa lampu. Dengan begitu, mereka bisa menjalani aktivitas mereka di bawah langit malam,” tegas peneliti.
Artikel asli di The Conversation ditulis oleh peneliti postdoctoral bioengineering Imperial College London Samuel Fabian, Profesor Madya Ilmu Biologi Florida International University, dan peneliti postdoctoral bidang entomologi Yash Sondhi dari McGuire Center for Lepidoptera & Biodiversity, Florida Museum of Natural History, University of Florida.
(twu/twu)