Bangka Tengah –
Di tengah pengusutan kasus korupsi timah ilegal Rp 300 triliun, praktik penambangan timah ilegal ternyata masih berlangsung di Pulau Bangka. Salah satunya di Kecamatan Koba, Kabupaten Bangka Tengah. Lahan ini disebut tambang timah Merbuk.
Praktik penambangan timah ilegal Merbuk ini dilakukan di lahan bekas PT Koba Tin. Luasnya diperkirakan mencapai 250 hektare, mencakup Kenari dan Pungguk.
PT Koba Tin diketahui melakukan eksplorasi timah di Pualu Bangka pada 1971. Kemudian penambangan mulai beroperasi 1973, tepatnya di Lubuk Besar, Bangka Tengah. Pemilik saham terbesar saat itu perusahaan dari Australia, Kayuara Mining Group.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Koba Tin adalah perusahan yang memilik legalitas dari Kementerian ESDM selain PT Timah Tbk kala itu. Izinnya 30 tahun atau berakhir 2001. Izin tersebut sempat diperpanjang hingga transisi pemegang saham. Investor terakhir yakni dari Malaysia. Seiring dinamika yang ada, PT Koba Tin resmi tutup pada 2013 silam dengan menyisakan lahan seluas kurang lebih 44.000 hektare.
Lahan eks Koba Tin ini dikembalikan ke Negara. Sebagian ada yang kemudian ditanami sawit oleh warga, ada pula yang kembali ditambang pasir timahnya secara ilegal. Lahan ini status quo, sampai ada badan usaha resmi yang ditunjuk pemerintah.
Saat ini, pemerintah daerah baik Pemprov Bangka Belitung maupun Pemkab Bangka Tengah sepakat bahwa pengelolaan lahan diserahkan ke PT Timah Tbk selaku badan usaha pelat merah. Sayangnya, lahan ini malah ditambang secara ilegal oleh pihak ketiga hingga belum ada kejelasan pengelola.
Pantauan detikSumbagsel di lokasi, aktivitas tambang di Merbuk terbilang nekat. Tampak para penambang mengeruk pasir timah dengan ponton-ponton isapnya secara terang-terangan. Ada ratusan ponton isap produksi (PIP) timah yang beroperasi.
Bisnis gelap pasir timah ilegal ini disebut-sebut sudah terjadi bertahun-tahun. Negara sangat dirugikan dengan adanya aktivitas penambangan ilegal ini. Baik kontribusinya, lingkungan termasuk masyarakat setempat yang tidak mendapatkan dampak positif atas aktivitas ilegal itu sendiri.
Ketua DPRD Bangka Belitung (Babel) Didit Srigusjaya menegaskan bahwa lahan bekas PT Koba Tin kini dijarah para penambang liar. Hal itu disampaikan ketika memimpin rapat dengar pendapat bersama forkopimda terkait lahan itu.
“Hingga saat ini aktivitas (ilegal di Merbuk) masih terus berlanjut. Saya tidak tahu siapa yang memerintahkannya (menambang),” kata Didit, Kamis (27/9/2024)
Rapat itu dihadiri forkominda, termasuk dari pihak PT Timah Tbk. Didit menyebut rapat digelar untuk menyelamatkan cadangan timah negara di kawasan tersebut. Lahan ini, lanjutnya, bukan milik Bangka Tengah, PT Timah dan bukan milik Pemprov.
“Proses (agar dikelola PT Timah) sudah lama. Tapi untuk mendorong dipercepat terhalang dua mekanisme, pertama internal wilayah tersebut di RT/RW dimasukkan ke dalam permukiman, bukan pertambangan. Kedua, wilayah tersebut adalah wilayah pecadangan negara. Kemudian ada yang tidak ingin (kawasan eks Koba Tin) cepat-cepat dilegalkan. Karena jika itu dilegalkan maka PT Timah berhak melindungi aset tersebut,” ungkapnya.
Terpisah, Lurah Berok Teguh Prabowo mengaku menyayangkan akan adanya aktivitas tambang timah ilegal di wilayahnya itu. Apalagi status lahan masih quo.
“Sebagai lurah, saya berpendapat menyayangkan adanya aktivitas tambang ilegal tersebut. Saya berharap (penambang) bisa menahan diri dulu, dari status quo sampai legal. Jadi orang bisa bekerja tambang itu secara aman,” tegas Teguh kepada detikSumbagsel, Jumat (27/9/2024).
Menurut Teguh, warga Berok sempat mendatangi lokasi tersebut. Selain mengganggu karena jarak dari pemukiman tak jauh, aktivitas itu tidak berkontribusi untuk daerah.
“Ya ada (penolakan dari warga), jadi kami bersama Polsek, APH, dan Babinsa. Babinkamtibmas juga ikut (mendampingi). Tim gabungan pernah menertibkan tambang tersebut. Tapi, mereka hanya berhenti paling lama satu minggu dan kembali beroperasi,” sebutnya.
(des/des)