Diduga Tipu Proyek Semen Rp 431 Juta, Ketua KPU Lombok Tengah Dipolisikan

Diduga Tipu Proyek Semen Rp 431 Juta, Ketua KPU Lombok Tengah Dipolisikan




Lombok Tengah

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Lombok Tengah, Hendri Harliawan, dipolisikan buntut dugaan penipuan proyek pengadaan semen senilai Rp 431 juta. Hendri dipolisikan salah satu pengusaha bernama Rhofa Hanifa Robbany Zhen asal Kota Tasikmalaya, Jawa Barat (Jabar).

Yan Mengandar, kuasa hukum Rhofa, menjelaskan awal mula kasus dugaan penipuan proyek semen tersebut. Hendri diduga melakukan penipuan bersama dua orang lainnya berinisial A dan RM.

Yan menjelaskan dugaan kasus penipuan itu berawal pada Januari 2024. A saat itu datang dan mengaku sebagai teman Hendri sekaligus perantara beberapa paket proyek di Nusa Tenggara Barat (NTB).


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah satu proyek yang ditawarkan A adalah pengerjaan paket pengadaan semen di Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah (Setda) NTB melalui AKR selaku Wakil Direktur Bagian Publik Relation CV Tiga Sakti.

“Si A ini sampaikan ke korban. Setelah membuat e-katalog, kemudian dipilih dengan penunjukan langsung oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Nah A ini kemudian menyatakan akan mengurus kelanjutannya berkomunikasi dengan pihak PPK Biro Kesra Setda NTB dan perusahaan penyuplai semen,” kata Yan kepada detikBali, Kamis (26/9/2024).

Tidak berhenti sampai di situ, pada 24 Januari 2024, korban Rhofa bersama pemodal lain bernama Agung, Rosa Marselo Oktapiati, dan Firman bertemu A untuk membicarakan proyek pengadaan semen senilai Rp 1,19 miliar dari Biro Kesra Setda NTB.

Terlapor A, Yan berujar, kemudian mengajak Rhofa mengunjungi gudang semen CV PP milik Hendri sebagai penyuplai semen. Keesokan harinya, Rhofa bertemu dengan A membawa seseorang yang mengaku bernama N selaku staf khusus PPK Biro Kesra Setda NTB.

“Belakangan N ini adalah RM. Dia membawa surat pesanan dari Satuan Kerja Biro Kesra NTB Nomor: 003/Pk.3/purch/PPK-KESRA/2024, tanggal 25 Januari 2024 yang sudah ditandatangani oleh PPK bernama Lalu Ahmad Priatin dengan nilai proyek total harga Rp1,19 miliar,” tutur Yan.

Faktanya, lanjut Yan, surat yang dibuat RM, rekan dari Hendri dan A, ternyata palsu. Namun, A dan RM mencoba meyakinkan korban jika CV Tiga Sakti harus membeli semen di CV PP yang diakui milik Hendri oleh A karena sudah biasa mengerjakan pekerjaan di Biro Kesra Setda NTB.

“Tiga pemodal tadi termasuk korban Rhofa bertemu dengan A dan Hendri di gudang semen di Praya Kabupaten Lombok Tengah yang diakui milik CV PP. Ternyata gudang semen itu bukan milik Hendri. Dan semen di gudang tersebut semen jumlahnya sangat sedikit,” ujarnya.

Melihat kondisi itu, Hendri yang kini menjabat Ketua KPU Lombok Tengah yang dilantik pada 3 Februari 2024 berupaya meyakinkan korban dengan menyerahkan dokumen berupa Surat Penawaran Harga dengan nilai rendah yang menguntungkan CV Tiga Saksi seharga Rp 51 ribu per sak. “Harga ini telah ditandatangani oleh Hendri yang sanggup menyediakan seluruh kebutuhan semen yang dibutuhkan CV Tiga Sakti dengan membayar secara tunai,” ujar Yan.

Setelah itu, pada 27 Januari 2024 Rhofa bersama tiga pemodal lainnya kembali bertemu dengan A di gudang semen Kecamatan Kediri, Lombok Barat, milik KR. Di sana, A menjelaskan Hendri sudah biasa membeli semen di KR dengan harga istimewa.

Dua hari berselang, tepatnya pada 29 Januari 2024, Rhofa bersama tiga pemodal lain bertemu dengan IF sebagai Wakil Direktur Bidang Teknis dan Administrasi CV Tiga Sakti.

“Di sana bertemu Hendri dan A yang meyakinkan bahwa mereka siap menyuplai berapapun semen yang dibutuhkan untuk dibuatkan surat perjanjian kerja sama (SPK) antara CV Tiga Sakti selaku pembeli semen untuk proyek pengadaan di Biro Kesra Setda NTB,” ujarnya.

Kemudian, korban dengan terlapor bersepakat melakukan penandatanganan SPK antara CV Tiga Sakti dan CV PP. Setelah menekan SPK, Hendri mendesak pembayaran berdasarkan SPK antara CV Tiga Saksi ke CV PP via transfer.

Selanjutnya, pada 6 Februari 2024 pembayaran pertama dilakukan via transfer sebesar Rp 70 juta dari rekening Rosa ke Hendri. “Sebenarnya uang tersebut adalah milik korban dengan alasan Rosa sejak awal bersedia mendanai proyek tersebut,” ujar Yan..

Selanjutnya, pada 13 Februari 2024, pembayaran kedua dilakukan beberapa kali transfer oleh korban ke terlapor sebesar Rp 300 juta ke rekening Hendri dan Rp 200 juta ke rekannya berinisial A. “Sehingga total keseluruhan uang yang diterima oleh terlapor Hendri mencapai Rp 431 juta,” kata Yan.

Setelah pembayaran, Hendri dan A mulai sulit diajak komunikasi oleh Rhofa. Saat itu, Hendri mengaku sedang sibuk karena dirinya sekarang adalah Ketua KPU Lombok Tengah.

“Tanggal 16 Februari 2024, terlapor A mengirim fail foto dokumen berupa surat delivery order dari CV CITRA KARYA kepada CV Tiga Sakti, nama barang Semen Tonasa sebanyak 8.461 sak,” katanya.

Namun, pada, 24 April 2024, korban bertemu dengan PPK Biro Kesra Setda NTB Lalu Ahmad Priatin, bahwa proyek pengadaan semen Tahun Anggaran 2024 belum dilaksanakan karena keterbatasan anggaran.

“Di sana dijelaskan juga bahwa Lalu Ahmad Priatin tidak pernah menjadi PPK. Ternyata si RM juga bukan staf di Biro Kesra NTB. Jadi tidak pernah mendesak melalui A untuk melakukan pembayaran dan tidak pernah kerja sama dengan CV PP milik Hendri,” tegas Yan.

Akhirnya, Yan melanjutkan, korban bertemu Hendri. Dalam hal itu, Hendri yang sudah dilantik sebagai Ketua KPU Lombok Tengah tidak mampu menunjukkan semen yang telah dibayar Rhofa dan Rosa. “Dia berjanji akan mengembalikan uang Rp 431 juta tersebut,” tegasnya.

Namun hingga saat ini, uang tersebut tidak kunjung dikembalikan oleh Hendri dan A. Hendri berjanji akan mengembalikan secara penuh pada 8 Mei 2024. Namun, janji tersebut tidak dipenuhi sampai sekarang.

Akhirnya, Yan melanjutkan, korban pun membuat laporan ke Satreskrim Polres Lombok Tengah. Hendri dan A dilaporkan melanggar Pasal 378 KUHP dan Pasal 372 KUHP tentang penipuan dan penggelapan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Berdasarkan, surat Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) nomor: 438/IX/RES.1.11/2024/Reskrim tanggal 2 September 2024, kasus dugaan penipuan tersebut masih dalam tahap penyelidikan Satreskrim Polres Lombok Tengah. Dalam surat tersebut, penyidik telah melakukan interogasi terhadap tiga saksi, termasuk terlapor Hendri.

Ketua KPU Lombok Tengah, Hendri Harliawan, membenarkan adanya laporan tersebut. “Karena saya juga korban. Pelakunya pada saat mediasi di polres sudah mengakui dan siap mengganti,” ujarnya.

Hendri mengungkapkan telah membuat surat pernyataan siap mengganti dengan korban Rhofa. “Kejadian kontraknya pun sebelum saya di KPU. Soal momen saja karena saya sedang menjabat makanya jadi bahan gorengan,” tegasnya.

Hendri juga mengaku rekannya berinisial RM sudah menyerahkan dua sertifikat rumah dan uang sekitar Rp 60 juta untuk mengganti kerugian korban.

“Saya juga melaporkan kasus ini ke polres Juli lalu. Kalau saya gak pernah sepeserpun terima. Hanya saja karena dipinjam CV saja, saya ikut terseret-seret terlebih sedang menjabat, padahal kontrak kerjasamanya sebelum pengumuman kelulusan saya di KPU,” ujarnya.

Hendri mengungkapkan uang senilai Rp 431 juta milik korban tidak semua ditransfer ke rekening pribadinya. “Karena melalui A. Saya hanya dipinjam CV saja. Dan semua dana saya sudah teruskan total ke RM, pada hari yang sama. Kuitansi perusahaan saya pun dipalsukan tanda tangan saya. Sudah saya sampaikan semua di laporan kemarin,” tandasnya.

(iws/gsp)



Source link

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *