Jakarta –
Warga Negara Asing (WNA) asal China berinisial YH terlibat penambangan emas ilegal di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. YH sudah disidangkan di Pengadilan Negeri Ketapang pada 28 Agustus 2024 lalu.
Dikutip dari keterangan tertulis Kementerian ESDM, Kamis (26/9/2024), perbuatan YH membuat negara rugi hingga triliunan rupiah. Angka itu dihitung berdasarkan hilangnya cadangan emas akibat penambangan ilegal.
Berikut 3 fakta WNA China melakukan penambangan emas ilegal di Kalimantan Barat.
1. 774 Kg Emas Diembat, RI Rugi Rp 1,02 Triliun
Nilai kerugian akibat pertambangan emas tanpa izin di Kabupaten Ketapang, mencapai Rp.1,02 triliun. Seperti diungkap pada persidangan, kerugian tersebut berasal dari cadangan emas yang hilang sebanyak 774,27 kg dan perak sebanyak 937,7 kg
Dari uji sampel emas di lokasi pertambangan, hasil kandungan emas di lokasi tersebut memiliki kadar yang tinggi (high grade). Sampel batuan mempunyai kandungan emas 136 gram/ton, sedangkan sampel batu tergiling mempunyai kandungan emas 337 gram/ton.
Dari fakta pesidangan juga terungkap merkuri atau air raksa (Hg) digunakan untuk memisahkan bijih emas dari logam atau mineral lain, dalam pengolahan pertambangan emas ini. Dari sampel hasil olahan, ditemukan Hg (mercuri) dengan kandungan cukup tinggi, sebesar Hg 41,35 mg/kg.
2. Modus Pelaku Embat Emas 774 Kg
Pelaku melakukan aksinya dengan memanfaatkan lubang tambang atau tunnel pada wilayah tambang yang berizin yang seharusnya dilakukan pemeliharaan, namun justru dimanfaatkan penambangannya secara ilegal. Setelah dilakukan pemurnian, hasil emas dibawa keluar dari terowongan tersebut dan kemudian dijual dalam bentuk ore (bijih) atau bullion emas.
Dari hasil penyelidikian Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, terungkap bahwa volume batuan bijih emas tergali sebanyak 2.687,4 m3. Batuan ini berasal dari koridor antara Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dua perusahaan emas PT BRT dan PT SPM, yang saat ini belum memiliki persetujuan RKAB untuk produksi tahun 2024-2026.
3. Penjara dan Denda
Sesuai Pasal 158 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara, pelaku terancam hukuman kurungan selama 5 tahun dan denda maksimal Rp 100 miliar. Kejaksaan Negeri Ketapang masih terus mengembangkan perkara pidana dalam undang-undang lain.
Sidang selanjutnya akan dilakukan enam tahap sidang, yaitu saksi dari pihak penasihat hukum, ahli dari penasihat hukum, pembacaan tuntutan pidana (requisitor), pengajuan/pembacaan nota pembelaan(pleidool), pengajuan/pembacaan tanggapan-tanggapan(replik dan dupplik), dan terakhir siding pembacaan putusan.
(ily/hns)