Pakar Ungkap Bahaya Pengurangan Luas Karst Gunung Sewu Gunungkidul

Pakar Ungkap Bahaya Pengurangan Luas Karst Gunung Sewu Gunungkidul




Sleman

Sejumlah pakar mengungkap bahaya dampak dari rencana pengurangan luas wilayah Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) Gunung Sewu di Gunungkidul, DIY.

Ketua Umum Indonesian Speleological Society, Petrasa Wacana mengatakan, pengurangan luas wilayah KBAK ini membuat leluasa penguasaan lahan oleh investor.

“Isu pengurangan KBAK khususnya di wilayah Gunung Sewu Gunungkidul ini menimbulkan penguasaan lahan oleh investor pada kawasan strategis (dekat jalan) sehingga menutup akses serta mengurangi nilai lahan masyarakat,” ujar Petrasa saat sesi diskusi di wilayah Sinduharjo, Sleman, Sabtu (21/9/2024).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Pembukaan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) juga mengupas bukit karst yang berfungsi sebagai Epikarst, namun ini memberikan kemudahan di wilayah selatan,” jelas dia.

Selain itu, dampak dari mulai berkurangnya wilayah KBAK adalah migrasi kelelawar yang berfungsi sebagai pengontrol hama. Apalagi habitat asli kelelawar berada di gua-gua yang saat ini mulai berkurang jumlahnya.

“Kelelawar sebagai pengontrol hama juga mulai berkurang eksistensinya. Kelelawar tinggal di gua-gua atau karst yang mulai banyak dijadikan tambang,” kata Petrasa.

Di kesempatan yang sama, dosen Program Studi Teknik Lingkungan UPN Veteran Jogja, Nandra Eko Nugroho juga menyebut kawasan karst tak bisa direklamasi. Makanya, pengurangan KBAK menjadi kerugian tersendiri sebab KBAK Gunung Sewu telah ditetapkan sebagai warisan dunia UNESCO sebagai Kawasan Global Geopark Network (GGN) pada 2015.

“Kawasan karst itu tidak bisa direklamasi. Karena kalau sudah dipakai, ya habis. Sayangnya, sebagian masyarakat menganggap karst sebagai tanah kering, lalu dijual dengan harga yang murah,” sebut Nandra.

“Sebelum ada wacana Beach Club Raffi (Ahmad), Drini Park itu buktinya, sudah memotong karst. Sebelum membangun kepentingan wisata, pihak-pihak terkait sudah paham apa itu eco tourism agar tidak merusak karst,” pungkas dia.

(rih/rih)



Source link

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *