Sindikat Penjualan Bayi Jawa-Bali, KPAD Dorong Izin Yayasan Diperketat

Sindikat Penjualan Bayi Jawa-Bali, KPAD Dorong Izin Yayasan Diperketat




Denpasar

Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Bali mendorong para pemangku kebijakan untuk memperketat pemberian izin kepada yayasan sosial. Hal ini menindaklanjuti terungkapnya sindikat penjualan bayi Jawa-Bali yang dibongkar oleh Polres Metro Depok.

Tak hanya mendorong pengetatan izin, KPAD Bali juga meminta peran serta instansi terkait untuk meningkatkan pengawasan. Pengawasan ini, disebut perlu dilakukan oleh segenap lapisan masyarakat. Termasuk di tingkat banjar.

“Agar menjadikan kasus ini sebagai pengalaman untuk memperketat penerbitan izin dan melakukan pengawasan secara ketat dan berkala dengan bersinergi satu sama lain,” ungkap Komisioner KPAD Bali, Kadek Ariasa saat dihubungi detikBali, Senin (16/9/2024).


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ariasa membeberkan pengawasan tersebut dimulai dari legalitas status, perizinan, hingga aktivitas di yayasan. Hal ini, demi mencegah terjadinya kasus tersebut.

“Untuk data pasti jumlah anak yang sudah menjadi korban kasus diperjualbelikan selama ini tidak ada, karena kasus seperti ini lebih tersembunyi jarang terungkap secara terbuka juga,” ujarnya.

Diketahui, Polres Metro Depok telah menetapkan delapan tersangka dari sindikat penjualan bayi Jawa-Bali ini. Mirisnya, tersangka utama kasus ini adalah seorang warga Bali bernama I Made Aryadana (41), asal Kabupaten Tabanan.

Aryadana diduga menjadi pendana, hingga penadah bayi-bayi yang diperoleh dari Pulau Jawa. Bahkan, ia juga bertugas mencari calon pengadopsi bayi di Bali.

Aryadana dikabarkan mengoperasionalkan sebuah yayasan di wilayah Kabupaten Tabanan. Yayasan bernama Luh Luwih Bali itu disebut-sebut menampung wanita hamil.

Polres Metro Depok kemudian menyambangi yayasan tersebut pada Minggu (28/7/2024) lalu. Petugas juga disebut mengamankan Aryadana di Yayasan Luh Luwih Bali saat itu.

Kepada petugas, Aryadana nekat melakukan aksinya dengan dalih kemanusiaan. Sebab, bayi-bayi yang akan dijual itu dinilainya terlantar. Menanggapi hal ini, Ariasa menegaskan menyelamatkan bayi terlantar bukan dengan cara dijual. Hal itu disebutnya telah diatur dalam undang-undang, mulai dari diasuh negara melalui institusi pemerintah, hingga tata cara adopsi.

Ariasa mengatakan bayi adopsi berpotensi menjadi korban kekerasan. Tak hanya di keluarga baru, sejumlah kasus kekerasan juga terjadi di yayasan atau panti.

“Beberapa kasus kekerasan terhadap anak sudah terjadi dari keluarga yang asuh maupun angkat karena kurang kuatnya komitmen orang tua atau keluarga tersebut. Termasuk juga ada beberapa kasus yanh pernah terjadi di beberapa yayasan atau panti,” pungkasnya.

Sebelumnya dilansir detikNews, polisi mengatakan sindikat penjualan bayi di Depok, Jawa Barat, membeli bayi dari orang tua dengan harga Rp 10 juta. Bayi tersebut lalu dijual ke pengadopsi senilai Rp 45 juta.

Untuk diketahui, sebanyak 8 orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penjualan bayi ini. Mereka adalah RS (24), AN (22), DA (27), MD (32), SU (24), DA (23), RK (30), dan IM (41).

(hsa/gsp)



Source link

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *