Semarang –
Kasus kematian dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Undip, dr Aulia yang diduga menjadi korban bullying memasuki babak baru. Pihak keluarga akhirnya melaporkan dugaan perundungan yang dilakukan oleh senior dr Aulia ke Polda Jateng.
Laporan keluarga dr Aulia terdaftar dengan nomor LP/B/133/IX/2024/Spkt/Polda Jawa Tengah. Dalam laporan yang disampaikan, pihak keluarga menyertakan sejumlah bukti.
Pengacara keluarga dr Aulia, Misyal Achmad, menyatakan sudah mengantongi bukti-bukti ancaman, intimidasi, hingga pemerasan kepada dr Aulia selama proses pendidikan.
“(Laporan terkait) Pengancaman, intimidasi, pemerasan, ada beberapa lah dari mahasiswa juga, ada lebih dari satu, ada beberapa kita nggak bisa anu (sebut nama), senior,” kata Misyal di Mapolda Jateng, Kamis (5/9).
Misyal menambahkan, ada beberapa senior yang dilaporkan dalam kasus tersebut. Misyal menduga dr Aulia mendapat perundungan oleh seniornya selama menjadi peserta PPDS Undip di RS Kariadi.
“(Laporan terkait) Pengancaman, intimidasi, pemerasan, ada beberapa lah dari mahasiswa juga, ada lebih dari satu, ada beberapa kita nggak bisa anu (sebut nama), senior,” kata Misyal.
“Sementara ini dari seniornya nanti hasil pengembangan penyidikan seperti apa kan ada pembiaran di sini. Jadi ibunya sudah melaporkan ini anak saya seperti ini, seperti ini, tapi tetap tidak ada perubahan dari jam belajar terus tidak ada penanganan maksimal dari guru-gurunya sehingga terjadi seperti ini,” tambahnya.
Undip Setop Beri Pernyataan
Terus bergulirnya polemik atas kematian dr Auliya yang diduga korban perundungan membuat pihak kampus mengambil sikap tegas. Rektor Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Suharnomo, meminta jajaran civitas akademika berhenti berpolemik dan berdebat soal kasus meninggalnya dr Aulia.
“Saya minta jajaran civitas akademika berhenti berpolemik dan berdebat tentang peristiwa kematian mahasiswa PPDS Fakultas Kedokteran Undip. Setop sekarang juga. Tidak usah membuat pernyataan-pernyataan dan tidak usah terpancing, kita tunggu sampai ada hasil penyidikan resmi dari kepolisian,” kata Suharnomo dalam keterangan resminya, Jumat (6/9/2024).
Suharnomo menyampaikan, kasus ini sudah masuk dalam ranah hukum. Dengan begitu, menurutnya pihak-pihak di luar kepolisian atau penyidik sebaiknya menahan diri dan tidak memberikan statemen.
“Kami mohon pengertian, mari kita berikan waktu kepolisian untuk melaksanakan tugasnya. Rasanya pembahasan kematian dokter Aulia sudah menjadi masalah hukum sehingga pihak-pihak di luar penyidik sebaiknya menahan diri. Jangan sampai masalah ini menjadi keruh dan menjadi bola liar,” tuturnya.
Undip Janji Tidak yang Terlibat
Suharnomo juga menegaskan, pihaknya akan memberikan tindakan tegas jika jajaran Undip ada yang terbukti bersalah dalam kasus tersebut.
“Tidak perlu banyak kata. Kalau ada yang dinyatakan bersalah, dan itu ada dalam lingkup kewenangan kami, pasti ada tindakan sesuai ketentuan yang ada. Saya bisa pastikan itu,” ujar dia.
Seperti diketahui, seorang mahasiswi PPDS program anestesi Fakultas Kedokteran Undip di RSUP Dr Kariadi Semarang, dr ARL, ditemukan meninggal di kamar kosnya pada Senin (12/8) lalu. Dia meninggal setelah menyuntikkan obat ke tubuhnya. Dia juga diduga menjadi korban bullying senior.
Kasus ini berbuntut panjang hingga Kemenkes mengambil langkah penghentian sementara kegiatan Prodi Anestesi dan dan Reanimasi Fakultas Kedokteran (FK) Undip di Rumah Sakit Pusat (RSP) Dokter Kariadi.
Menurut Suharnomo, penghentian kegiatan PPDS Anestesi dan Reanimasi itu merugikan para residen karena proses belajar mereka terganggu.
“Semua tahu kita kekurangan dokter spesialis, tentu bukan sikap bijak kalau proses pendidikannya dihentikan. Apalagi dikaitkan dengan pemeriksaan, tidak relevan karena yang berada di situ statusnya mahasiswa dan pengajar. Otoritas kegiatannya pun ada di pengelola Rumah Sakit Kariadi. Terlalu jauh, untuk tidak menyebut mengada-ada kalau itu dikait-kaitkan,” ucap dia.
(apl/apl)