BMKG Ungkap Upaya Mitigasi Dampak Gempa Megathrust di Banten-Selat Sunda

BMKG Ungkap Upaya Mitigasi Dampak Gempa Megathrust di Banten-Selat Sunda



Jakarta

Kepala Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati berbicara soal potensi gempa bumi megathrust di wilayah Indonesia. BMKG menyebutkan hingga kini tengah melakukan mitigasi ke wilayah yang dianggap berdampak besar jika gempa megathrust terjadi, yakni di Banten dan Selat Sunda.

“Tentang megathrust, Banten dan Selat Sunda itu ‘benar-benar primadona’. Tapi poinnya kami justru yang sangat-sangat serius menyiapkan itu, terutama Banten, Selat Sunda. Karena di situ ada industri Bapak dan dampaknya beda dengan lokasi yang tidak ada industri,” kata Dwikorita dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi V DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (27/8/2024).

Dwikorita mengatakan di wilayah tersebut banyak industri kimia yang berpotensi menyebabkan dampak lebih luas jika terjadi gempa megathrust. Dwikorita mengaku khawatir atas potensi gempa di Selat Sunda dan Banten.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Kami berkoordinasi tidak hanya dengan pemerintah daerah dan masyarakat justru yang paling intensif. Yang paling sibuk itu justru di Banten, Selat Sunda, Pak, karena kekhawatiran itu,” ujar Dwikorita.

“Dengan pihak industri sudah bekerja sama untuk peringatan dini termasuk jalur-jalur evakuasi, di sana juga banyak hotel, masyarakatnya juga padat penduduknya,” tambahnya.

Dwikorita menyatakan BMKG sudah memasang seismograf di wilayah tersebut sebanyak 39 buah, padahal pada 2019 jumlahnya diperkirakan hanya 10. Akselerograf dipasang sebanyak 20 buah hingga alat pemantau tinggi laut atau automatic water level sejumlah 22.

“Kemudian sirene ini juga sangat penting untuk evakuasi sebanyak 15, Bapak, sebelumnya hanya dua, Bapak. Tahun 2018 hanya 2, kemudian warning receiver system ini dipasang di BPBD kemudian di lokasi hotel, kemudian di industri itu sebanyak 81,” katanya.

BMKG menyatakan pihaknya tak bisa memprediksi terjadinya megathrust, tetapi sejauh ini pendalaman sudah dilakukan bersama perguruan tinggi, BRIN, hingga pihak institut. Dwikorita mengatakan mitigasi diperlukan supaya masyarakat bisa lebih hati-hati dan siap jika ada potensi tersebut.

“Jadi mohon doanya, yang kami lakukan bukan prediksi, Pak. Mohon izin kami tidak mampu melakukan prediksi karena akurasinya masih sangat rendah. Kami memang lakukan itu, tapi akurasinya sangat rendah sehingga tidak kita publikasikan dan tidak kita pakai,” tutur Dwikorita.

“Jadi yang relatif tinggi di Selat Sunda Banten dan di Mentawai Siberut, sehingga bukan prediksi. Tapi me-monitoring kemudian nanti yang diprediksi adalah tsunaminya bukan gempa buminya dan latihan-latihan tadi untuk mitigasi,” imbuhnya.

(dwr/aud)



Source link

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *