Fenomena Cuaca Antariksa Bisa Berdampak pada Aplikasi Ojol

Fenomena Cuaca Antariksa Bisa Berdampak pada Aplikasi Ojol



Jakarta

Perubahan cuaca tak hanya terjadi di Bumi, tetapi juga di antariksa. Karenanya, sebagaimana fenomena cuaca di Bumi, cuaca antariksa juga berdampak pada kehidupan manusia.

Kondisi cuaca antariksa yang tidak baik dapat menjadi ancaman bahaya bagi teknologi, antariksawan, infrastruktur antariksa, infrastruktur landas Bumi, dan bahkan dampak ekonomi yang besar.

“Kondisi cuaca antariksa itu bisa terjadi perubahan yang tidak tentu, bisa jadi harian, bulanan. Cuaca antariksa harus diamati karena pengaruh cuaca antariksa sangat berpengaruh pada kehidupan manusia,” kata Rizal Suryana, ST., M.Sc, Peneliti Ahli Muda Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dalam live DOFIDA di kanal YouTube BRIN ‘Pengamatan Sains Antariksa Berbasis Satelit’.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam contoh sederhana di keseharian, Rizal memberikan contoh penggunaan aplikasi peta digital dan ojek online yang memiliki Global Positioning System (GPS). Jika terjadi gangguan akibat anomali cuaca antariksa, kita bisa kesulitan menggunakan aplikasi tersebut.

“Manusia modern sangat bergantung pada teknologi, salah satunya GPS. Kita pakai ojek online perlu GPS untuk tahu sudah sampai mana drivernya. Suatu saat sistem ini bisa terganggu oleh fenomena cuaca antariksa,” ia memberikan contoh.

“Dampaknya bisa saja mengurangi akurasi. Misalnya seharusnya dijemput di titik ini, tapi posisi yang muncul berbeda,” imbuhnya.

Pengamatan Cuaca Antariksa

Rizal menjelaskan, pengamatan cuaca antariksa ada dua metode, yakni dengan menggunakan teknologi landas Bumi, dan yang berbasis antariksa.

“Teknologi landas Bumi artinya dilakukan di Bumi. Ada yang berbasis pasif dan aktif,” ujarnya.

Pengamatan cuaca berbasis teknologi landas Bumi pasif, artinya alat hanya akan menerima data informasi antariksa, biasanya dalam bentuk gelombang atau frekuensi, dari yang rendah sampai tinggi.

Sedangkan teknologi landas Bumi aktif, biasanya berupa radar yang memancarkan frekuensi tertentu atau bisa juga dengan cara memindai frekuensi terendah sampai tertinggi.

“Frekuensi itu lalu akan memantul ke salah satu parameter, misalnya parameternya ionosfer. Maka dia akan menerima pantulan sinyal itu, lalu diolah di komputer, dianalisis menjadi informasi, entah itu berupa frekuensi ketinggian atau kerapatan ionosfer dan sebagainya,” jelas Rizal memberikan gambaran.

Adapun alat yang sudah dipakai BRIN umumnya adalah penerima sinyal GPS. “Jadi kita menerima sinyal GPS. Kemudian ketika sinyal itu mengalami distorsi yang disebabkan oleh ionosfer, akan diketahui adanya gangguan dari sinyal dari terlambat atau tidak datangnya sinyal, atau besar kecilnya amplitudo, lalu kita amati, analisis sehingga menjadi parameter tertentu,” papar Rizal.

Selain radar dan GPS, peneliti juga menggunakan ionosonda, magnetometer, radio teleskop, dan perangkat lainnya sebagai alat pengamatan cuaca antariksa landas Bumi.

Sedangkan yang berbasis antariksa adalah menggunakan satelit. Dijelaskan Rizal, ketika mengamati parameter medan magnet, sensor magnetometer dipasang di satelit. Kemudian, satelit akan diluncurkan di ketinggian tertentu dan akan beroperasi sesuai orbitnya.

“Kemudian dia akan menerima sinyal-sinyal dari antariksa. Sinyal itu lalu dikirim ke Bumi, kemudian diolah, dan akan mendapatkan hasil-hasil tertentu. Misalnya, medan magnet saat ini berapa sih kekuatannya? Sedang terjadi badai atau tidak? Itu bisa diketahui dari hasil pengamatan itu sendiri,” simpulnya.

Simak Video “China Luncurkan Satelit Internet Pertamanya
[Gambas:Video 20detik]

(rns/rns)



Source link

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *