Jakarta –
Nama Laksamana Maeda tentu tak asing dalam sejarah Indonesia. Sosoknya berperan penting dalam kemerdekaan bangsa ini, meski dengan segala risiko yang ia hadapi setelahnya.
Maeda merupakan Kepala Penghubung Angkatan Laut dan Angkatan Darat Tentara Kekaisaran Jepang. Selama menjabat, ia mendapat fasilitas sebagai seorang pejabat tinggi kekaisaran Jepang, salah satunya rumah dinas di Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat.
Meski merupakan tentara Jepang, Laksamana Maeda rela meminjamkan rumahnya sebagai ‘markas’ perumusan naskah kemerdekaan Indonesia. Pada 16 Agustus, tuan rumah menjelaskan permasalahan dan informasi yang sebenarnya terjadi. Maeda lalu mempersilakan Sukarno, Muhammad Hatta, dan Achmad Soebardjo menemui Gunseikan (Kepala Pemerintah Militer) Jenderal Moichiro Yamamoto untuk membahas upaya tindak lanjut yang akan dilakukan.
Namun, setibanya di Markas Gunseikan di kawasan Gambir, Jenderal Nishimura yang mewakili Gunseikan melarang segala bentuk upaya perubahan situasi yang dilakukan. Mereka diharuskan menunggu Sekutu datang terlebih dahulu.
Ketiga tokoh bersepakat bahwa Jepang tidak dapat diharapkan lagi dan kemerdekaan harus segera dirancang secepatnya. Anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang menginap di Hotel Des Indes segera dikawal oleh Sukarni dan kawan-kawan menuju rumah Maeda.
“Sebagai Perwira Angkatan Laut Jepang tentu tidak diizinkan karena titah Kaisar Hirohito, Indonesia tidak bisa merdeka. Namun secara pribadi, beliau menyanggupi rumahnya sebagai perumusan naskah proklamasi,” jelas Jaka Perbawa selaku Kurator Museum Perumusan Naskah Proklamasi kepada wartawan di Museum Perumusan Naskah Proklamasi di Jalan Imam Bonjol No.1, Menteng, Jakarta, Jumat (16/8/2024).
Berkat izin dari Maeda, rumahnya menjadi tempat bagi para pejuang dalam merumuskan naskah proklamasi. Genap 6 jam waktu bergulir, naskah proklamasi siap dikumandangkan pada Jumat, 17 Agustus 1945 pukul 10.00 WIB di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56.
Nasib Maeda Usai Izinkan Rumahnya Jadi Tempat Penyusunan Teks Proklamasi
Nasib Maeda tidak berjalan mulus. Setelah berita kemerdekaan Indonesia, Maeda menjadi incaran para tentara sekutu.
“Beliau diincar oleh tentara sekutu, diinterogasi oleh tentara Inggris karena menjadi penyebab lahirnya bangsa Indonesia,” tutur Jaka.
Setelah pulang ke Jepang, Maeda masih belum bisa menghirup nafas lega. Ia dipanggil menghadap Mahkamah Militer Jepang.
“Hingga akhirnya mundur dari Angkatan Laut menjadi warga biasa,” jelasnya.
Dapat Gelar Setara Pahlawan Nasional dari Indonesia
Meski sempat menjadi incaran hingga disidang negaranya sendiri, Maeda mendapat apresiasi tinggi dari Indonesia. Pada tahun 1974, Maeda diundang oleh pemerintah RI untuk menerima Bintang Nararya. Penghargaan tersebut merupakan penghargaan yang setara dengan pahlawan nasional.
“Karena Maeda orang Jepang tentu tidak bisa menjadi pahlawan. Tapi sebagai warga kehormatan Indonesia untuk menyiapkan rumahnya sebagai perumusan naskah proklamasi,” ujar Jaka.
Laksamana Maeda menutup usia pada 1977. Rumahnya kemudian diresmikan sebagai Museum Perumusan Naskah Proklamasi pada 24 November 1992.
(nir/nwk)