Lubuklinggau –
Puluhan massa dari Posko Orange Partai Buruh melakukan aksi demo dengan membakar ban di depan Kantor Kejari Lubuklinggau. Mereka menuntut agar Jaksa Umum, Hasbi dan Kepala Kejari Lubuklinggau, Anita Asterida agar dicopot.
Aksi demo itu dipicu karena adanya rekan mereka yaitu Arjun, Eko dan Novriadi yang dituntut atas kasus narkoba. Pantauan detikSumbagsel, massa berbondong-bondong datang ke depan Kantor Kejari Lubuklinggau dan menyuarakan tuntutan mereka untuk membebaskan rekannya sambil membakar ban. Terlihat juga beberapa orang memegang spanduk bertuliskan ‘Copot Anita dan Hasbi Kejari Lubuklinggau’.
Ketua koordinator aksi tersebut, Muhammad Arira Fitra mengatakan pihaknya meminta agar Kejari Lubuklinggau membebaskan rekan mereka yaitu Arjun, Eko dan Novriadi yang ditangkap Satnarkoba Polres Musi Rawas dalam kasus narkoba.
“Kita minta Arjun, Eko dan Novriadi untuk dibebaskan, karena mereka hanya tertangkap tangan sebagai pemakai bukan sebagai pengedar. Kenapa Kejaksaan memaksakan Pasal 112 dan 114 KUHP. Mereka hanya pemakai, sementara pasal yang disangkakan yakni pasal untuk pengedar narkoba,” katanya saat ditemui detikSumbagsel, Rabu (14/8/2024).
Arira mengatakan bila memang ketiga rekan mereka adalah pengedar, harusnya saat penangkapan polisi menemukan timbangan dan kantong klip plastik dalam jumlah banyak.
“Mereka tidak punya timbangan dan plastik klip dalam jumlah banyak. Silahkan hukum mereka sesuai dengan perbuatannya, jangan melebih-lebihkan,” ujarnya.
Karena hal itu, sambung Arira, pihaknya mendesak agar kasus tersebut dihentikan karena sudah mencederai hukum yang berlaku. Ia juga menuntut Jaksa Hasbi sebagai penuntut umum dalam perkara tersebut dan Kepala Kejari Lubuklinggau, Anita Asterida untuk dicopot dari jabatannya.
“Kemudian kami juga minta Jaksa Hasbi dan Kepala Kejari Lubuklinggau juga dicopot, lalu hentikan jual beli pasal di Kejari Lubuklinggau,” ucapnya.
Sementara itu, Humas Kejari Lubuklinggau, Wenharnol mengatakan terkait perkara tersebut, sidang sudah berjalan dan sudah memasuki masa tuntutan pidana.
“Sekarang ini sudah tuntutan lalu sidang berikutnya yaitu pledoi. Kalo mereka punya keberatan kan itu bisa disampaikan di pledoi, bisa dibantah di situ dengan data yang mereka punya,” ujarnya.
Wenharnol menambahkan terkait apakah ketiga tersangka sudah pernah direhab atau belum. Seharusnya mereka menyertakan laporan dari IPWL (Institusi Penerima Wajib Lapor) dan sepanjang perkara tersebut berjalan, laporan tersebut tidak ada itu.
“Ternyata mereka memang membeli lalu tertangkap barangnya ada. Meski belum di pakai barang itu, tapi mereka itu menguasai barang bukti, jadi dikenakan dengan pasal 112 KUHP,” ungkapnya.
Untuk permintaan penghentian kasus tersebut, sambung Wenharnol, itu tidak bisa dilakukan lantaran perkara tersebut sudah disidangkan.
“Dari mana caranya, kalau tidak ada bukti kuat kan bisa berhenti di tingkat penyidikan dari kemarin waktu awal ditangkap sama pihak kepolisian. Tapi ini sudah berproses dan kita gelar dari penyidik serta ke JPU. Tidak ada lagi itu RJ (Restorative Justice). Bila mau melakukan pembelaan di ranah pledoi ya silahkan membantah dalil itu,” jelasnya.
Wenharnol menambahkan jika memang mereka memiliki bukti yang kuat mengenai ada dugaan jual beli pasal maka silahkan dilaporkan ke pihak pengawasan.
“Silakan buktikan kalau memang ada jaksa memperjualbelikan pasal, kalau memang ada buktinya kita laporan ke pengawasan dan bisa terancam dipecat oknum tersebut. Kalau menyalahkan gunakan jabatan ancamannya itu bisa pidana bahkan pemecatan,” tutupnya.
(dai/dai)