Yahya Sinwar Jadi Pemimpin Hamas, Apa Artinya Bagi Gaza-Israel?

Yahya Sinwar Jadi Pemimpin Hamas, Apa Artinya Bagi Gaza-Israel?



Jakarta

Pengumuman Hamas bahwa Yahya Sinwar akan menjadi pemimpin baru usai terbunuhnya Ismail Haniyeh, mengejutkan sebagian orang.

Sinwar, yang dikenal luas sebagai Abu Ibrahim, adalah salah satu dalang serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 di Israel Selatan, yang kemudian membuat negara itu bersumpah untuk memburu dan melenyapkannya,

Sinwar telah menjadi pemimpin Hamas di Jalur Gaza, dan sekarang bakal menjadi pemimpin sayap politik.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apa arti keputusan kelompok tersebut memilih Sinwar sebagai pemimpin terhadap perang Israel dan Hamas? Bagaimana pula keputusan itu akan mempengaruhi masa depan negosiasi yang ditujukan untuk gencatan senjata di Jalur Gaza?

Ucapan selamat dan putus asa

Hamas menerima ucapan selamat dari kelompok-kelompok Palestina karena memilih Yahya Sinwar sebagai pemimpinnya, termasuk Fatah yang telah lama berseteru dengan kelompok tersebut.

Jibril Rajoub, sekretaris Komite Sentral Fatah, mengatakan keputusan itu merupakan “respons yang logis dan yang diharapkan setelah pembunuhan terhadap Ismail Haniyeh”.

Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz, menulis di X bahwa pengangkatan Sinwar merupakan “alasan kuat lainnya untuk segera menyingkirkannya”.

Letnan Jenderal Herzi Halevi, Kepala Staf Militer Israel, bahkan menyebut “mengubah nama Sinwar tidak menghalangi kami untuk terus mencari dan menyerangnya”.

Yahya Sinwar, Hamar, Palestina

Orang-orang terlihat di jendela yang memajang poster pemimpin Hamas yang baru dipilih, Yahya Sinwar, di kamp Palestina Bourj al-Barajneh pada 08 Agustus 2024 di Beirut, Lebanon. (Getty Images)

Warga Palestina yang telah lelah berperang mengungkapkan kekhawatiran dan pesimisme mereka setelah pengangkatan Sinwar.

“Dia seorang pejuang. Bagaimana negosiasi akan berlangsung?” tanya Mohammed al-Sharif, seorang pengungsi dari Kota Gaza, yang saat ini tinggal di pusat Deir al-Balah kepada AFP.

Warga Israel juga mendengar berita pengangkatan Sinwar dengan perasaan cemas.

Seorang manajer perusahaan bernama Hanan, yang memilih untuk tidak menyebutkan nama belakangnya, berkata kepada AFP: “Pilihan itu adalah suara mereka. Itu berarti ketika mereka memilih Sinwar dan tidak merasa perlu mencari seseorang yang tidak terlalu radikal, maka orang tersebut akan melakukan pendekatan yang menumpahkan darah”.

Tiga pesan dari Hamas untuk Israel

Saat memilih Sinwar, Hamas ingin menyampaikan beberapa pesan kepada Israel dan masyarakat internasional.

Pejabat Hamas, Osama Hamdan, mengatakan kepada BBC Arabic bahwa ada tiga pesan di balik pemilihan Sinwar.

Pertama, Hamas masih mampu membuat “keputusan yang tepat” bahkan dalam situasi yang sulit, dan bahwa gerakan tersebut “bersatu”, kata Hamdan seraya menambahkan bahwa Sinwar dipilih dengan “suara bulat”.

Kedua, adalah “gerakan tersebut akan terus maju, dan bahwa ada pemimpin yang mampu melanjutkannya”.

Baca juga:

Ketiga, bahwa “tekanan terhadap Hamas tidak bisa menghalangi kelompok tersebut dari prinsip-prinsip dan keteguhannya”.

Bashir Abdel Fattah, penulis dan peneliti politik di Al-Ahram Center for Political and Strategic Studies, meyakini pemilihan Sinwar merupakan “pesan eskalasi”.

Fattah menambahkan bahwa “memilih seorang pemimpin berlatar militer lapangan yang dikenal karena kedekatannya dengan Iran serta ketangguhannya terhadap Israel, baik di tingkat politik maupun militer, menandakan Hamas bersikeras pada perjuangan militernya dan tidak akan mundur dari tekanan dan pukulan yang telah diterima”.

Memimpin dari dalam Gaza

Ini bukan pertama kalinya seorang pemimpin Hamas yang tinggal di dalam Jalur Gaza terpilih.

Ismail Haniyeh menghabiskan hampir dua tahun masa jabatannya di dalam Jalur Gaza sebelum berangkat ke Qatar.

Osama Hamdah berkomentar bahwa pemerintahan Hamas “tidak goyah sama sekali, baik pemimpinnya tinggal di dalam maupun di luar Jalur Gaza”.

Namun, Sinwar berbeda dengan Ismail Haniyeh.

Yahya Sinwar, Hamas, PalestinaGetty ImagesSaat memilih Sinwar, Hamas ingin menyampaikan beberapa pesan kepada Israel dan masyarakat internasional.

Israel mengancam bakal “memburu [Sinwar]” karena menuduhnya bertanggung jawab atas serangan 7 Oktober 2023, dan tentara Israel telah menawarkan hadiah $400.000 (setara Rp6,3 miliar) untuk informasi yang mengarah pada penangkapannya.

“Sinwar dipilih karena pertimbangan pragmatis,” ujar Hassan Ayoub, profesor ilmu politik di Universitas Nasional An-Naah.

“Seperti halnya Israel yang menargetkan Haniyeh, Israel bisa menargetkan pemimpin mana pun yang tinggal di luar Jalur Gaza dan, dalam kasus apa pun, Sinwar berada di Gaza dan Israel telah berusaha untuk melenyapkannya sejak lama.”

Sinwar sendiri tidak muncul di depan publik sejak 7 Oktober 2023.

Pilihan yang tak terduga

Setelah pembunuhan terhadap Ismail Haniyeh, beberapa analis berpendapat bahwa Sinwar akan memainkan peran utama dalam pemilihan pemimpin baru Hamas. Ini karena namanya tidak termasuk di antara nama-nama yang mungkin beredar di media.

Namun, pilihan kepada Yahya Sinwar telah menimbulkan pertanyaan tentang apakah Hamas terburu-buru dalam mengambil keputusan.

Beberapa analis mengatakan bahwa masa jabatannya sebagai presiden akan bersifat “sementara” dan orang lain akan menggantikannya setelah perang di Gaza berakhir.

Pejabat Hamas, Osama Hamdan, membantah sangkaan itu dengan mengatakan bahwa “kajian mendalam mengarahkan semua orang untuk berjanji setia kepada [Sinwar]”.

Baca juga:

Penulis dan peneliti politik, Bashir Abdel Fattah, berkata kepada BBC Arab bahwa Hamas “ingin mengirim sinyal kalau mereka mampu mengisi kekosongan kepemimpinan secepat mungkin”.

Profesor Ayoub menambahkan penunjukan Sinwar juga memiliki implikasi di Tepi Barat yang diduduki.

Ayoub bilang: “Sinwar mampu berkomunikasi dengan semua faksi Palestina dan telah berupaya memperbaiki hubungan antara Otoritas Palestina yang dipimpin Fatah dan Hamas.”

Para ahli meyakini selama menjabat sebagai kepala kantor Hamas di Jalur Gaza, Sinwar menjalankan kebijakan “tanpa membeda-bedakan” di tingkat internal dan regional.

Yahya Sinwar, Hamas, PalestinaGetty ImagesYahya Sinwar melambaikan tangannya kepada orang banyak dalam perayaan Hari Quds Internasional di Kota Gaza pada April 2023 silam.

Sebab dia berhasil berdamai dengan rezim Mesir, mengakhiri keterasingan bertahun-tahun antara gerakan tersebut dengan rezim Suriah, dan mencoba mendorong Hamas agar berdamai dengan Arab Saudi.

Jabatan kepala Biro Politik Umum Hamas dianggap sebagai jabatan tertinggi dalam gerakan tersebut.

Kelompok ini juga menyelenggarakan pemilihan umum tiap empat tahun, ketika mereka memilih Dewan Syura yang mencakup anggota Biro Politik, yang kemudian memilih kepala dan wakil kepala biro tersebut.

Pertemuan pahit

Israel menggambarkan Sinwar sebagai “yang paling sulit dan radikal”.

Mantan pejabat di Badan Keamanan Dalam Negeri Israel, Micha Kobi, yang menginterogasi Sinwar selama lebih dari 150 jam saat menjadi tahanan, mengatakan Sinwar “tangguh” dan tanpa emosi tetapi “bukan psikopat”, sebagaimana dilansir dari Washington Post.

Dengan terbunuhnya Ismail Haniyeh yang “moderat”, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berada dalam “konfrontasi langsung” dengan Sinwar yang memahami mentalitas Israel, kata Ihab Jabarin, seorang penulis yang khusus meneliti tentang Israel.

“Media oposisi Israel telah lama menyebarkan bahwa Sinwar dan Netanyahu adalah penyebab perang ini dan sekarang ramalan itu terwujud,” kata Jabarin kepada BBC.

Yahya Sinwar tampil di acara peringatan 35 tahun berdirinya Hamas di Kota Gaza pada tahun 2022.Getty ImagesYahya Sinwar tampil di acara peringatan 35 tahun berdirinya Hamas di Kota Gaza pada tahun 2022.

Media Israeli Broadcasting Corporation melaporkan bahwa pengangkatan Sinwar “mengejutkan dan merupakan pesan bagi Israel bahwa dia masih hidup serta kepemimpinan Hamas di Gaza kuat dan akan tetap ada”.

Jabarin kemudian mengutip beberapa percakapan di kalangan warga Israel yang “menyalahkan Netanyahu atas pembebasan Sinwar pada tahun 2011, kemudian serangan 7 Oktober 2023, dan atas pembunuhan Haniyeh yang menyebabkan Sinwar memimpin gerakan tersebut”.

Bagi keluarga Israel yang disandera di Jalur Gaza, pengangkatan Sinwar merupakan “pukulan fatal”, kata Ihab Jabarin.

Berdasarkan laporan AFP pada 7 Oktober 2023, pejuang Hamas menculik setidaknya 251 sandera Israel, 111 di antaranya masih berada di Gaza, termasuk 39 yang menurut Israel telah tewas.

Israel menanggapi penculikan itu dengan serangan militer yang brutal sehingga menewaskan sedikitnya 39.000 orang, sebagian besar perempuan dan anak-anak, kata Kementerian Kesehatan Gaza.

Bagaimana nasib negosiasi gencatan senjata di bawah Sinwar?

Mantan kepala Hamas, Ismail Haniyeh, memainkan peran kunci sebagai negosiator selama berbulan-bulan perundingan tidak langsung yang bertujuan untuk mencapai gencatan senjata di Gaza.

Mengenai Yahya Sinwar, “dia tidak menjauh dari negosiasi, dia hadir dengan caranya sendiri,” ujar Pejabat Hamas, Osama Hamdan kepada BBC.

Hamdah menambahkan bahwa “negosiasi akan terus berlanjut dan hambatan serta penundaan negosiasi justru berasal dari pihak Israel”.

Ihab Jabarin, seorang penulis yang khusus meneliti tentang Israel, bilang bahwa saat peringatan pertama peristiwa 7 Oktober kian dekat dan sandera Israel masih berada di Gaza, Perdana Menteri Benyamin Netanyahu “cepat atau lambat akan kembali ke meja perundingan dan menghadapi Sinwar”.

Benjamin Netanyahu, Israel, PalestinaGetty ImagesPenulis Ihab Jabarin yakin Benjamin Netanyahu “cepat atau lambat akan kembali ke meja perundingan dan menghadapi Sinwar”.

Dia juga memperkirakan AS akan memberikan tekanan diplomatik kepada pemimpin Israel.

Israel bersikeras mereka tidak akan berhenti berperang sampai semua tujuan mereka tercapai, termasuk mengancurkan Hamas secara militer dan politik serta mengembalikan para sandera yang ditawan pada 7 Oktober.

Gedung Putih mengatakan pada Rabu (07/08) bahwa Israel dan Hamas hampir mencapai kesepakatan gencatan senjata, meskipun ada kekhawatiran yang berkembang akan terjadinya perang regional setelah pembunuhan Ismail Haniyeh di Teheran, Iran.

Upaya mediasi mencapai terobosan satu kali pada November 2023, ketika kedua belah pihak menyetujui gencatan senjata kemanusiaan sementara selama empat hari yang diperpanjang selama dua hari lagi.

Kondisi itu memungkinkan pembebasan 50 perempuan serta orang-orang di bawah usia 19 tahun yang disandera oleh Hamas, sebagai imbalan atas pembebasan 150 perempuan dan anak-anak Palestina yang ditahan di penjara Israel.

(ita/ita)



Source link

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *