Karawang –
Masri (50), warga Sungai Buntu, Karawang akhirnya bisa kembali berkumpul dengan keluarga usai belasan tahun hilang kontak. Sebelum hilang kontak Masri dikabarkan berangkat menjadi pekerja migran ke Bahrain.
Setelah tak ada kontak, secara tiba-tiba pihak keluarga mendapat kabar soal keberadaan Masri. Bahkan beberapa hari lalu Masriyah (62), kakak Masri menerima panggilan video dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Manama, Bahrain.
Kabar kepulangan saudaranya tersebut diterima Masriyah, setelah pihak KBRI menghubungi Pemerintah Kabupaten Karawang, melalui Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) untuk mengkonfirmasi dan memvalidasi data Masri di Karawang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Alhamdulillah hari Rabu kemarin kira-kira abis maghrib saya didatangi orang Kecamatan, katanya ada yang mau telepon dari adik saya yang dulu pernah berangkat ke Bahrain,” ucap Masriyah saat singgah di Kantor Bupati Karawang, Jumat (9/8/2024).
Masriyah menerima panggilan video dari KBRI Manama untuk memvalidasi kebenaran data soal Masri yang nasibnya terkatung-katung di Bahrain.
“Iya ditelepon saja kan video gitu, dipastikan katanya ini saudaranya apa bukan, yang saya lihat di video itu Masri adik saya dan dia kenal saya. Nah di situlah memang saya dikabari kalau adik saya akan pulang hari Kamis,” kata dia.
Saat itu, sontak Masriyah dan keluarga di rumah menangis dan bersyukur mendengar kabar bahagia tersebut. Pasalnya adiknya yang selama 13 tahun hilang kontak sejak berangkat ke Bahrain, kini mendadak memberi kabar akan pulang.
“Iya tentu saat ini saya senang, bersyukur sekali yah, terimakasih sama Pak Bupati, ibu Dedeh KBRI juga. Selama 13 tahun ini saya justru nggak tahu adik saya dimana sebenarnya, dia masih hidup atau nggak, cuman kita punya keyakinan kalau suatu hari akan pulang, dan ternyata ini lah waktunya,” ungkapnya.
Diceritakan Masriyah, dulu Masri terbang menuju Bahrain 18 September 2011 berbekal uang Rp 1 juta. Masri juga membawa satu unit handphone untuk berkomunikasi. Masri tiba di Bahrain pada 19 September 2011.
“Saya masih terima kabar pas dia sudah tiba di Bahrain, dia sudah tiba katanya, beberapa hari kemudian hilang aja nggak ada kabar. Kalau dulu kan masih HP jadul biasa kita nggak bisa minta foto atau apa gitu, bisanya cuma telepon,” ucap Masriyah.
Barulah pada Rabu (7/8/2024), Masriyah menerima panggilan video dari KBRI Bahrain yang memberikan kabar bahwa adiknya masih sehat dan akan dipulangkan.
Masri sendiri pergi meninggalkan anak laki-lakinya yang berusia 10 tahun pada tahun 2011 lalu. Hilangnya kabar Masri membuat sang suami menggugat cerai dan mebawa satu-satunya anak mereka.
Kini Masri pulang disambut kakaknya, anaknya, sekaligus cucu dari anak laki-laki yang dulu ia tinggalkan. Saat bertemu anaknya Masri sendiri merasa sedikit bingung karena tak mengenalinya.
Sementara itu, petugas KBRI Manama Dedeh Amalia menuturkan, terungkapnya hilang kontak Masri terkuat saat akhir Juli 2024 lalu, saat majikannya membawa Masri ke KBRI.
“Iya jadi ibu Masri ini datang ke KBRi dengan majikannya warga negara Bahrain yang bernama Idrees Matar Mohamed, untuk keperluan perpanjangan paspor,” kata Dedeh saat diwawancara detikJabar di Kantor Bupati Karawang.
Paspor yang dimiliki Masri merupakan paspor yang dibawanya sejak tahun 2011 lalu. Artinya paspor itu sudah lama tidak berlaku, begitupun KTP yang dimiliki Masri masih menggunakan KTP lama.
Sejak tiba tahun 2011 lalu, Masri memang sengaja tidak diberikan alat komunikasi untuk menghubungi keluarganya. Bahkan Masri tidak diizinkan keluar rumah oleh majikannya, selama bekerja sebagai asisten rumah tangga.
“Setelah kami menerima permohonan pembuatan paspor, ternyata yang bersangkutan (Masri) sudah 13 tahun bekerja, selain tidak diberikan alat komunikasi, gajinya selama bekerja 13 tahun juga belum dibayarkan oleh majikannya,” ungkap Dedeh.
Oleh karena itu, pihak KBRI meminta majikan Masri untuk membayarkan haknya ,yakni upah selama bekerja 13 tahun. Majikannya terpaksa harus melepas Masri karena KBRI memilih untuk mengamankan Masri dan memulangkannya.
“Total gajinya selama bekerja 13 tahun belum dibayar, perbulannya sekitar BHD 80, atau sekitar Rp3,6 juta, jadi total selama 13 tahun ini sekitar BHD 12.275 atau sekitar Rp518 juta, dan kami mengupayakan majikannya untuk membayarkan haknya,” katanya.
KBRI meminta majikan Masri untuk menyelesaikan tunggakan gajinya, sebelum penerbitan paspor atau SPLP baru. Majikannya itu kemudian tetap membayar meski hanya sanggup membayar BHD 4.000 atau sekitar Rp172 juta secara tunai di awal, sementara sisanya sebesar BHD 8.275 atas kesepakatan bersama akan dicicil setiap bulan kepada Masri.
“Setelah tunggakan gaji Ibu Masri ditindaklanjuti, baru kami menerbitkan paspor baru, untuk keperluan kepulangan bu Masri, dan Alhamdulillah disambut oleh tim Disdukcapil, dan pak Bupati secara langsung membantu pemulangan bu Masri,” pungkasnya.
(mso/mso)